Selasa, 23 Agustus 2016



Setiap manusia sudah diberikan pasangannya masing-masing, setiap pasangan muslim bercita-cita untuk membangun keluarga yang sakinah. Dan setiap ada teman, kerabat, sahabat dan keluarga yang menikah kebanyakan doa yang diberikan adalah agar menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Ungkapan itu menjadi familiar dan menjadi hal yang umum bagi umat muslim.
Ada beberapa orang menyebutkan keluarga yang sakinah itu adalah keluarga yang dibangun dengan hukum-hukum islam atau keluarga yang harmonis dan bahagia atau keluarga yang sama-sama mengingatkan jalan menuju surga. Tapi, bagaimanakah konsep keluarga sakinah itu menurut islam yang sebenarnya? Apakah arti dari sakinah, mawaddah, warahmah itu? Bagaimana memilih calon pendamping yang benar? dan apa tujuan dari perkawinan? dan apa saja hak dan kewajiban dari kedua belah pihak?
Marilah kita sejenak melihat lebih dekat mengenai keluarga sakinah menurut islam, agar kita mempunyai pemahaman yang kuat dan niat yang jelas tentang keluarga sakinah menurut islam.
Konsep keluarga sakinah, mawaddah, warahmah menurut islam.
Salah satu syariat yang Allah SWT berikan kepada umatnya adalah diturunkannya syariat pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam ikatan yang halal dan diharapkan dapat menciptakan generasi yang rabbani.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan namaNya kamu saling meminta satu sama lain. Dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. ( QS. An Nisa: 1)
Tentunya ada banyak hikmah dan kebahagian yang didapat ketika Allah SWT mensyariatkan pernikahan kepada umatnya, yang disifatkan didalam alqur’an dengan ‘Miitsaaqan Galiidzan’ (tali ikatan yang berat). Dimana pernikahan itu tidaklah hanya sebagai pemenuhan atau penyaluran seksual secara halal namun ada pula tujuan yang lebih agung dari pada itu. Dari sebuah ikatan pernikahan diharapkan juga dapat menciptakan keluarga yang berbibit kan ketenangan dan sakinah, berbuah cinta kasih dan mawaddah, dieratkan pula dengan kasih sayang dan rahmah bagi keduanya.
Sungguh sudah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang bagus bagi kalian. Bagaimanakah cara rasul dalam berumah tangga dan berinteraksi dengan keluarga beliau. Dan bagaimana pula para istri Ummahatul Mukminin berinteraksi dengan rasulullah untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah. Suaru seorang sahabat bertanya kepada Aisyah, Apa yang biasanya dilakukan oleh Rasul di rumah? Aisyah menjawab, Rasulullah biasa melayani  atau membantu istrinya dalam pekerjaan rumah dan jika datang waktu shalat beliau pun keluar rumah untuk melaksanakannya. (HR Bukhori).
Dalam rumah tangga yang samara dibutuhkan juga untuk saling memahami perasaan pasangan. Sesungguhnya aku tahu jika kamu sedang ridho terhadap ku atau ketika kamu sedang marah kepadaku”, begitu suatu kali Rasulullah menegur Aisyah. “Jika kau ridho terhadap ku, kau akan berkata: “Tidak, demi Tuhan Muhammad”, tetapi jika kau marah, kau berkata, “Tidak, demi Tuhan Ibrahim”. (HR. Muslim)
Atau pun mungkin terlihat sang istri bersedih ataupun menangis dalam kesedihan, suami segera merengkuh nya dan menyapu air mata istri dengan lembut. Begitu Rasulullah mulia mengajarkan dan tertulis dalam Sunan An Nasai, ketika suatu hari Shafiyyah binti Huyyai menemani dalam perjalanan Rasulullah tetapi kendaraan unta yang ditumpanginya sangat pelan sekali hingga ia terlambat sampai di tujuan, Rasul me-nyambut Shafiyyah yang langsung mengeluh seraya sesenggukan menangis: “Kau berikan kepadaku unta yang lamban sekali”, secara otomatis tangan beliau yang mulia menyapu air mata Shafiyyah hingga ia berhenti menangis.
Sungguh suri tauladan yang baik untuk di amalkan, adapun yang dibutuhkan dalam mewujudkan keluarga samara adalah dibutuhkan nya percakapan yang berwarna-warni dan tidak monoton. Sedikit diskusi tentang hal-hal baru dan menambah wawasan, tidak hanya membahas hal-hal itu saja yang tentunya akan menjadi bosan. Lalu sesekali mencari suasana baru, aktivitas sehari-hari akan membuat kejenuhan untuk itulah diperlukan refreshing untuk mencari suasana baru. Adapun yang lainnya adalah sifat  saling memaafkan dimana dibutuhkannya kesabaran dari kedua belah pihak dan mengerti akan perbedaan karakter masing-masing.
Dan bahwasanya dengan ketundukan kepada aturan Allah dan Rasulullah lah, ketenangan dan ke harmonisan di dalam sebuah rumah tangga akan hadir.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah, baik dari kaum laki-laki atau kaum perempuan sedangkan dia ber-iman, maka Kami (Allah) akan berikan kepadanya kehidupan yang sejahtera“.  (QS.An Nahl:97).
Menurut M. Quraish Shihab konsep keluarga sakinah menurut islam adalah keluarga yang tenang, penuh kasih sayang. Selanjutnya dalam konsep M. Quraish Shihab dijelaskan dengan modal sakinah dapat melahirkan mawaddah dan rahmah. Untuk mencapai mawaddah ada tiga yang harus dicapai yaitu perhatian,tanggung jawab dan penghormatan. Selain itu agar perkawinan menjadi langgeng yang lagi di warnai sakinah, konsep ini menganjurkan kesetaraan, musyawarah, kesadaran akan kebutuhan pasangan sehingga masing-masing 

Senin, 22 Agustus 2016



Setiap manusia sudah diberikan pasangannya masing-masing, setiap pasangan muslim bercita-cita untuk membangun keluarga yang sakinah. Dan setiap ada teman, kerabat, sahabat dan keluarga yang menikah kebanyakan doa yang diberikan adalah agar menjadi keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Ungkapan itu menjadi familiar dan menjadi hal yang umum bagi umat muslim.
Ada beberapa orang menyebutkan keluarga yang sakinah itu adalah keluarga yang dibangun dengan hukum-hukum islam atau keluarga yang harmonis dan bahagia atau keluarga yang sama-sama mengingatkan jalan menuju surga. Tapi, bagaimanakah konsep keluarga sakinah itu menurut islam yang sebenarnya? Apakah arti dari sakinah, mawaddah, warahmah itu? Bagaimana memilih calon pendamping yang benar? dan apa tujuan dari perkawinan? dan apa saja hak dan kewajiban dari kedua belah pihak?
Marilah kita sejenak melihat lebih dekat mengenai keluarga sakinah menurut islam, agar kita mempunyai pemahaman yang kuat dan niat yang jelas tentang keluarga sakinah menurut islam.
Konsep keluarga sakinah, mawaddah, warahmah menurut islam.
Salah satu syariat yang Allah SWT berikan kepada umatnya adalah diturunkannya syariat pernikahan antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan dalam ikatan yang halal dan diharapkan dapat menciptakan generasi yang rabbani.
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhanmu, yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan istrinya, dan dari pada keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan namaNya kamu saling meminta satu sama lain. Dan peliharalah hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu”. ( QS. An Nisa: 1)
Tentunya ada banyak hikmah dan kebahagian yang didapat ketika Allah SWT mensyariatkan pernikahan kepada umatnya, yang disifatkan didalam alqur’an dengan ‘Miitsaaqan Galiidzan’ (tali ikatan yang berat). Dimana pernikahan itu tidaklah hanya sebagai pemenuhan atau penyaluran seksual secara halal namun ada pula tujuan yang lebih agung dari pada itu. Dari sebuah ikatan pernikahan diharapkan juga dapat menciptakan keluarga yang berbibit kan ketenangan dan sakinah, berbuah cinta kasih dan mawaddah, dieratkan pula dengan kasih sayang dan rahmah bagi keduanya.
Sungguh sudah ada pada diri Rasulullah suri teladan yang bagus bagi kalian. Bagaimanakah cara rasul dalam berumah tangga dan berinteraksi dengan keluarga beliau. Dan bagaimana pula para istri Ummahatul Mukminin berinteraksi dengan rasulullah untuk mewujudkan keluarga sakinah mawaddah warahmah. Suaru seorang sahabat bertanya kepada Aisyah, Apa yang biasanya dilakukan oleh Rasul di rumah? Aisyah menjawab, Rasulullah biasa melayani  atau membantu istrinya dalam pekerjaan rumah dan jika datang waktu shalat beliau pun keluar rumah untuk melaksanakannya. (HR Bukhori).
Dalam rumah tangga yang samara dibutuhkan juga untuk saling memahami perasaan pasangan. Sesungguhnya aku tahu jika kamu sedang ridho terhadap ku atau ketika kamu sedang marah kepadaku”, begitu suatu kali Rasulullah menegur Aisyah. “Jika kau ridho terhadap ku, kau akan berkata: “Tidak, demi Tuhan Muhammad”, tetapi jika kau marah, kau berkata, “Tidak, demi Tuhan Ibrahim”. (HR. Muslim)
Atau pun mungkin terlihat sang istri bersedih ataupun menangis dalam kesedihan, suami segera merengkuh nya dan menyapu air mata istri dengan lembut. Begitu Rasulullah mulia mengajarkan dan tertulis dalam Sunan An Nasai, ketika suatu hari Shafiyyah binti Huyyai menemani dalam perjalanan Rasulullah tetapi kendaraan unta yang ditumpanginya sangat pelan sekali hingga ia terlambat sampai di tujuan, Rasul me-nyambut Shafiyyah yang langsung mengeluh seraya sesenggukan menangis: “Kau berikan kepadaku unta yang lamban sekali”, secara otomatis tangan beliau yang mulia menyapu air mata Shafiyyah hingga ia berhenti menangis.
Sungguh suri tauladan yang baik untuk di amalkan, adapun yang dibutuhkan dalam mewujudkan keluarga samara adalah dibutuhkan nya percakapan yang berwarna-warni dan tidak monoton. Sedikit diskusi tentang hal-hal baru dan menambah wawasan, tidak hanya membahas hal-hal itu saja yang tentunya akan menjadi bosan. Lalu sesekali mencari suasana baru, aktivitas sehari-hari akan membuat kejenuhan untuk itulah diperlukan refreshing untuk mencari suasana baru. Adapun yang lainnya adalah sifat  saling memaafkan dimana dibutuhkannya kesabaran dari kedua belah pihak dan mengerti akan perbedaan karakter masing-masing.
Dan bahwasanya dengan ketundukan kepada aturan Allah dan Rasulullah lah, ketenangan dan ke harmonisan di dalam sebuah rumah tangga akan hadir.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah, baik dari kaum laki-laki atau kaum perempuan sedangkan dia ber-iman, maka Kami (Allah) akan berikan kepadanya kehidupan yang sejahtera“.  (QS.An Nahl:97).
Menurut M. Quraish Shihab konsep keluarga sakinah menurut islam adalah keluarga yang tenang, penuh kasih sayang. Selanjutnya dalam konsep M. Quraish Shihab dijelaskan dengan modal sakinah dapat melahirkan mawaddah dan rahmah. Untuk mencapai mawaddah ada tiga yang harus dicapai yaitu perhatian,tanggung jawab dan penghormatan. Selain itu agar perkawinan menjadi langgeng yang lagi di warnai sakinah, konsep ini menganjurkan kesetaraan, musyawarah, kesadaran akan kebutuhan pasangan sehingga masing-masing 

Rabu, 23 Maret 2016

KPN Kemenag Gelar Rapat Anggota Tahunan


Kankemenag Kotim | Minggu, 29 Maret 2015 - 16:02:46 WIB | dibaca: 723 pembaca
0
KPN Kemenag Gelar Rapat Anggota Tahunan
Sampit (Inmas) Koperasi Pegawai Negeri (KPN) KORKAPENDA Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kotawaringin Timur menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT), Kamis (26/3) pagi.
Rapat anggota digelar di Aula Kankemenag Kotim, diikuti seluruh anggota dan dihadiri perwakilan Dinas Koperasi dan UMKM Kotim.
Ketua Koperasi Kemenag Kotim Sublianur, S.Ag melaporkan secara umum kondisi keuangan koperasi untuk tahun buku 2014. “Alhamdulillah KPN KORKAPENDA Kotim berjalan lancar meskipun belum sempurna masih ada masalah dan hambatan yang dihadapi, diantaranya permodalan masih belum  memadai sehingga ke depan harus terus ditingkatan lagi,” ucapnya.
Dikatakan, untuk mengatasi masalah yang dihadapi itu, diperlukan dukungan pelaksanaan tugas dan tata kerja yang telah dipercayakan dari semua pihak yang terkait terutama seluruh anggota sebagai pemilik dan sekaligus sebagai konsumen.
Sementara Kankemenag Kotim H. Samsudin, S.Pd.I dalam sambutan berpesan rapat anggota tidak hanya syarat simbolis saja untuk menjalankan AD ART, namun harus benar-benar dimanfaatkan dan difungsikan guna meningkatkan koperasi agar lebih berkembang dimasa mendatang.
“Mudah-mudahan aparatur Kemenag Kotim yang belum bergabung menjadi anggota koperasi segera mendaftarkan diri, sebab koperasi ini sangat membantu jika kita membutuhkan dana/modal secara cepat dan tak terduga,”himbaunya. (tiariyanto)

H. Samsudin Serukan Eks Gafatar Segera Bertauba

Pembinaan Anggota Eks Ormas Gafatar di Kabupaten Kotawaringin Timur
Kankemenag Kotim | Rabu, 23 Maret 2016 - 07:44:03 WIB | dibaca: 21 pembaca
0
Sampit (Inmas) Kantor Kementerian Agama Kabupaten Kotawaringin Timur dipercaya sebagai tuan rumah kegiatan pembinaan anggota eks Gafatar (Gerakan Fajar Nusantara) yang diselenggarakan Dinas Kesatuan Bangsa dam Politik (Kesbangpol) Kabupaten Kotawaringin Timur, Senin (21/3) pagi.
Pembinaan sekaligus pernyataan sikap anggota eks ormas Gafatar itu dilaksanakan di aula Kemenag Kotim, disaksikan langsung oleh Wakil Bupati Kotim Drs. H. Taufik Mukri, SH, MM serta unsur SKPDFKPD, Ketua MUI dan perwakilan FKUB.
Anggota eks Gafatar di Bumi Habaring Hurung berada disatu lokasi yaitu di Kecamatan Mentawa Baru Ketapang sebanyak 11 kepala keluarga (KK) berjumlah 53 orang terdiri dari 24 orang dewasa dan sisanya adalah anak-anak termasuk balita.
Kepala Kemenag Kotim H. Samsudin, S.Pd.I mengatakan, ormas Gafatar merupakan kelompok sesat dan bukan gerakan organisasi Islam murni sesuai dengan fatwa MUI pusat.
“Diharapkan dengan pembinaan ini eks Gafatar yang ada di Kotim bisa menyadari akan kekhilafan dan kekeliruannya, sehingga segera bertobat untuk kembali menjalankan ajaran Islam seutuhnya sebagai rahmatan lil alamin,” ucap H Samsudin. (tiariyanto)
 
Sumber : http://kalteng.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=345040 




Kakanwil Resmikan Gedung FKUB Kotawaringin Timur

Sekretariat Bersama FKUB Kotim Siap Dipergunakan

Kankemenag Kotim | Jumat, 26 Februari 2016 - 15:38:33 WIB | dibaca: 308 pembaca
0
Sampit (Inmas) Setelah memberi pembinaan kepada ratusan ASN Kemenag Kotim, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Kalimantan Tengah H. Abdul Halim H. Ahmad, Lc, MM langsung meresmikan gedung sekretariat bersama (Sekber) Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Kotim, Selasa (23/2) siang.
Gedung Sekber FKUB terletak satu lokasi dengan Kankemenag Kotim di Jl. Kapten Mulyono No. 25 Sampit, tepatnya di samping selatan sebelah timur Musala Al Ikhlas.
Peresmian dihadiri seluruh pengurus FKUB, perwakilan unsur Pemkab Kotim, FKPD, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh masyarakat.
Kepala Kemenag Kotim H. Samsudin, S.Pd.I saat sambutan menyampaikan permohonan maaf terutama kepada pengurus FKUB, karena bangunan itu sudah rampung tahun 2014, namun belum bisa dipergunakan karena baru tahun 2016 ini bisa diresmikan.
“Ini karena sarana prasarana pendukung organisasi belum tersedia, seperti meubeler, ATK, komputer dan lain-lain. Sehingga setelah semua terpenuhi, baru bisa diresmikan awal tahun 2016 ini”, jelasnya.
Sementara Kakanwil Kemenag Kalteng H. Abdul Halim dalam sambutan mengatakan, gedung FKUB bisa dipergunakan dan manfaatkan sebaik-baiknya sebagai wadah mencegah timbulnya konflik-konflik sosial berbau SARA (suku, agama, ras dan antar golongan) di Bumi Habaring Hurung.
“Mudah-mudahan dengan adanya Gedung Sekber FKUB Kotim ini, bisa difungsikan sebagaimana mestinya agar masyarakat Kotim bisa hidup damai, tentram dan rukun antara satu dengan yang lainnya sebagai makhluk sosial”, imbuhnya. (tiariyanto)
 
Sumber : http://kalteng.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=336271 

Status Anak Zina


Fatwa al-Allamah al-Habib Zain Ibn Ibrahim Ibn Smith
Pengasuh Ribath Madinah al-Munawwarah.

Dalam sebuah forum tanya jawab dengan beberapa ulama Pasuruan yang kemudian disusun oleh salah seorang murid beliau al-Sayyid al-Ustadz Segaf Ibn Hasan Baharun Pengasuh Pesantren Darullughah Waddakwah Raci Pasuruan. Al-Habib Zain ditanya:"jika ada seorang wanita yang dikumpuli sebelum nikah, lalu ternyata si wanita tersebut setelah itu terputus haidnya dan diduga ia hamil dari sebab hubungan badan itu, kemudian ia dinikahi oleh lelaki lain, bagaimanakah status anak tersebut? kepada siapakah nasab si anak itu dinisbatkan?

Al-Habib Zain menjawab:"Jika si wanita itu diketahui atau diyakini belum hamil sebelum ia dinikahi oleh si lelaki itu, kemudian ia melahirkan dari orang yang menikahinya, dan kelahiran itu terjadi setelah berlalunya (muddatil imkan) masa yang memungkinkan untuk hamil, yaitu enam bulan lebih sedikit walau sedetik, maka si anak bernasab kepada sang suami (orangyang menikahinya). Namun jika ia melahirkan sebelum melewati batas waktu diatas (enam bulan lebih sedikit) maka anak tersebut dihukumi sebagai anak hasil perzinaan. Sekali lagi hal ini jika telah jelas si wanita tersebut belum hamil sebelum dinikahi oleh si lelaki kedua yang menikahinya.

Adapun jika berdasar pemeriksaan dua orang dokter muslim yang terpercaya yang adil menunjukkan bahwa jelas si wanita itu telah hamil sebelum menikah maka anak itu dihukumi anak zina yang tidak bisa bernasab kepada sang ayah. Hasil pemeriksaan medis oleh dua orang dokter muslim dan adil dapat dijadikan i'timad (pedoman hukum). 

dikutip dari Cahaya Nabawi No.17 Th. II Mei 2004